Tari Topeng Malangan Kesenian Tradisional dari Malang, Jawa Timur
Kesenian ini merupakan salah satu jenis tari topeng tradisional yang khas dari kabupaten Malang, Jawa Timur. Namanya adalah Tari Topeng Malangan.
Apakah Tari Topeng Malangan itu?
Tari Topeng Malangan adalah pertunjukan kesenian tari dimana
semua pemerannya menggunakan topeng. Kesenian ini merupakan salah satu kesenian
tradisional dari Malang, Jawa Timur. Tari Topeng Malangan ini hampir sama dengan
Wayang wong, namun yang membedakan
adalah pemerannya menggunakan topeng dan cerita yang sering dibawakan merupakan
cerita panji.
Tari Topeng Malangan ini dilakukan oleh beberapa orang dalam
satu kelompok seni atau sanggar tari
dengan menggunakan topeng dan kostum sesuai tokoh dalam cerita yang dibawakan.
Cerita yang angkat dalam pertunjukan Tari Topeng Malangan biasanya adalah
cerita panji dengan tokoh –tokoh seperti Raden
Panji Inu Kertapati (Panji Asmarabangun), Galuh Candrakirana, Dewi Ragil
Kuning, Raden Gunungsari dan lain – lain.
Dalam pertunjukan Tari Topeng Malangan ini biasanya dibagi
menjadi beberapa sesi. Pertama dilakukan Gending
giro yaitu iringan musik gamelan
yang dilakukan oleh pengrawit untuk
menandakan pertunjukan akan dimulai atau memanggil penonton untuk menyaksikan.
Kedua dilakukan salam pembukaan, dalam salam pembuka ini biasanya dilakukan
oleh salah satu anggota pertunjukan untuk menyapa penonton dan menceritakan sinopsis cerita yang akan dibawakan.
Pada bagian ketiga dilakukan sesajen,
yaitu ritual yang dilakukan agar pemain dan penonton diberi keselamatan dan
pertunjukan berlangsung lancar. Dan yang terakhir adalah inti acara yaitu
pertujukan Tari Topeng Malangan.
Dalam cerita yang dibawakan tersebut biasanya terdapat
beberapa babak, diantaranya adalah jejer
jawa, jejer sabrang, perang gagal, gunungsari – patrajaya, perang brubuh
dan bubaran. Selain itu seperti
halnya cerita dalam pewayangan, tokoh dalam cerita Tari Topeng Malangan ini
juga terbagi menjadi beberapa ragam, diantaranya seperti bolo tengen (kesatria jawa), bolo kiwo (raksasa/klono), dewa, penari
putri, dan punakawan. Untuk
memerankan tokoh - tokoh pada Tari Topeng Malangan ini dibutuhkan kemampuan
dalam visualisasi tokoh yang diperankan, ekspresi gerak, dan fisik yang cocok
dengan tokoh.
Dalam pertunjukan Tari Topeng Malangan juga ada seorang Dalang. Selain mengatur jalannya cerita,
Dalang Dalang juga bertugas untuk memberikan sesaji dan membacakan doa pada saat sesajen. Untuk musik pengiring pertunjukan Tari Topeng Malangan
ini, biasanya diiringi oleh iringan musik tradirisional seperti kendang, bonang, gong dan instrument gamelan lainnya. Selain itu, pertunjukan
akan semakin meriahkan dengan adanya Panjak dan Sinden. Khusus untuk Panjak biasanya dilakukan oleh salah
satu penabuh musik pengiring. Selain bertugas memainkan musik dan menyanyi, Panjak juga sering berkomunikasi dengan Dalang
dan penonton untuk memeriahkan acara.
Gambar : Tari Topeng Malangan |
Dalam perkembangannya, Tari Topeng Malangan mulai meredup
seiring dengan perkembangan jaman. Kurangnya regenerasi dan kesadaran
masyarakat sangat mempengaruhi eksistensi dari kesenian satu ini. Namun beberapa
sanggar tari di kabupaten Malang masih mempertahankan warisan budaya satu ini.
Usaha pelestarian tersebut terbukti dengan mengadakan pertunjukan secara
teratur dan dengan berbagai modifikasi dan penambahan variasi dalam
pertunjukannya agar lebih menarik, namun tidak meninggalkan pakem yang ada.
Usaha tersebut tidak bisa berjalan sendirian, tentunya peran masyarakat dan
pemerintah sangat di butuhkan dalam menjaga dan melestarikan kesenian satu ini.
sumber : http://www.negerikuindonesia.com/2015/08/tari-topeng-malangan-kesenian.html
Sejarah Topeng Malangan
Wayang Topeng
Malangan merupakan tradisi budaya dan religiusitas masyarakat Jawa
semenjak Kerajaan Kanjuruhan yang dipimpin oleh Raja Gajayana semasa
abad ke 8 M. Ini bisa penulis tafsirkan tentang fungsi Candi Badut (arti
badut = tontonan) ini menunjukan bahwa saat itu candi berfungsi untuk
tontonan “pendidikan yang disampaikan oleh Petinggi / Raja”. Sedangkan
Raja Gajayana ini juga mahir menarikan tarian Topeng. Coba anda cermati
dari bentuk bangunan candi.
Di Buku Henri Supriyanto, dituliskan
Wayang Topeng Malangan mengikuti pola berfikir India, karena sastra yang
dominan adalah sastra India. Jadi cerita Dewata, cerita pertapaan,
kesaktian, kahyangan, lalu kematian itu menjadi muksa. Sehingga
sebutan-sebutannya menjadi Bhatara Agung. Jadi itu peninggalan leluhur
kita, sewaktu leluhur kita masih menganut agama Hindu Jawa, yang
orientasinya masih India murni. Termasuk wayang topeng juga mengambil
cerita cerita dari India, seperti kisah kisah Mahabarata dan Ramayana
Dari keterangan diatas bisa diperkuat
oleh Almarhum Karimun Bahwa “Kesenian Topeng tidak diperuntukkan acara
acara kesenian seperti sekarang ini. Topeng waktu itu yang terbuat dari
batu adalah bagian dari acara persembahyangan. Barulah pada masa Raja
Erlangga, topeng dikontruksi menjadi kesenian tari. Topeng digunakan
menari waktu itu untuk mendukung fleksibilitas si penari. Sebab waktu
itu sulit untuk mendapatkan riasan (make up), untuk mempermudah riasan,
maka para penari tinggal mengenakan topeng di mukanya”
Saat kekuasaan Kertanegara di Singasari,
wayang topeng ceritanya digantikan dengan cerita cerita Panji. Hal ini
dapat dipahami ketika Kertanagera waktu itu menginginkan Singasari
menjadi kekuasaan yang sangat besar ditanah Jawa. Panji yang didalamnya
mengisahkan kepahlawanan dan kebesaran kesatria kesatria Jawa, terutama
masa Jenggala dan Kediri.
Cerita Panji dimunculkan sebagai
identitas kebesaran raja raja yang pernah berkuasa ditanah Jawa. Cerita
cerita Panji yang direkonstruksi oleh Singasari adalah suatu kebutuhan
untuk membangun legitimasi kekuasaan Singasari yang mulai berkembang.
Wayang Topeng ini dipakai media
komunikasi antara kawulo dan gusti, antara raja dan rakyatnya. Kemampuan
untuk menyerap segala sesuatunya dan membumikan dalam nilai kejawaan
juga banyak terjadi tatkala Islam dan Jawa mulai bergumul dalam konteks
wayang topeng.
Pada saat agama Islam masuk Jawa untuk
merebut hati orang Jawa. Proses Islamisasi wayang topeng oleh para wali
dengan menampilkan kisah marmoyo sunat adalah sederet cerita bagaimana
Islam memproduksi nilai didalamnya. Cerita menak adalah sebagai tanda
masuknya Islam ditanah Jawa. Oleh karena itu cerita menakjinggo yang
selama ini dominan berkembang adalah cerita menak yang dikonstruk oleh
keraton Mataram yang notabene Islam.
Topeng Malang Selatan
Sulitnya keraton keraton Islam menaklukkan brang wetan yang didalamnya termasuk bekas keraton Singosari, mengakibatkan wayang topeng cerita menak kurang mendapatkan respon diwilayah ini. Hal lain yang mendorong wayang topeng cerita panji benar benar mendarah daging diwilayah brang wetan dikarenakan kebijakan mengembangkan wayang topeng yang ditanam kuat oleh Raden Wijaya, Raja Majapahit pertama. Topeng oleh Raden Wijaya dipergunakan sebagai media rekonsiliasi antara Kediri, Singosari dan Majapahit, Dalam merebut kuasa digunakan sebagai pengaruh dominan untuk tegaknya identitas politik.
Sulitnya keraton keraton Islam menaklukkan brang wetan yang didalamnya termasuk bekas keraton Singosari, mengakibatkan wayang topeng cerita menak kurang mendapatkan respon diwilayah ini. Hal lain yang mendorong wayang topeng cerita panji benar benar mendarah daging diwilayah brang wetan dikarenakan kebijakan mengembangkan wayang topeng yang ditanam kuat oleh Raden Wijaya, Raja Majapahit pertama. Topeng oleh Raden Wijaya dipergunakan sebagai media rekonsiliasi antara Kediri, Singosari dan Majapahit, Dalam merebut kuasa digunakan sebagai pengaruh dominan untuk tegaknya identitas politik.
Pada masa kolonial, daerah daerah
perkebunan oleh mandor mandor belanda didirikan kembali kelompok
kelompok topeng. Kenapa? Sebab daerah perkebunan adalah daerah daerah
yang tingkat ekonominya sangat rendah dan kurang hiburan dan mudah
dipengaruhi.
Perkembangan Topeng Malangan hanya
menampilkan cerita cerita Panji sebagai relasi historis dengan sejarah
Malang sendiri yang panjang, dan puncak perkembangan topeng mulai
berkembang lagi saat pelarian pasukan Mataram Diponegoro, yang banyak
bersembunyi di Malang Selatan yaitu daerah Panjen (Kepanjen) dan
sekitarnya.
Para pelarian diponegoro menggunakan
tari topeng digunakan sebagai kedok untuk menyembunyikan jati dirinya
salam mendidik rakyat kecil dengan tujuan membangkitkan jiwa kemerdekaan
dari ketidak adilan penguasa.
Dari cerita diatas bisa kita lihat secara jelas adanya pengrajin-pengrajin yang masih meproduksi, berada didaerah, misalnya :
- – Pakisaji
- – Wonosari
- – Kromengan
- – Sengguruh / Jenggolo
- – Senggreng
- – Tumpang
Sejarah Topeng Malangan
Wayang Topeng
Malangan merupakan tradisi budaya dan religiusitas masyarakat Jawa
semenjak Kerajaan Kanjuruhan yang dipimpin oleh Raja Gajayana semasa
abad ke 8 M. Ini bisa penulis tafsirkan tentang fungsi Candi Badut (arti
badut = tontonan) ini menunjukan bahwa saat itu candi berfungsi untuk
tontonan “pendidikan yang disampaikan oleh Petinggi / Raja”. Sedangkan
Raja Gajayana ini juga mahir menarikan tarian Topeng. Coba anda cermati
dari bentuk bangunan candi.
Di Buku Henri Supriyanto, dituliskan
Wayang Topeng Malangan mengikuti pola berfikir India, karena sastra yang
dominan adalah sastra India. Jadi cerita Dewata, cerita pertapaan,
kesaktian, kahyangan, lalu kematian itu menjadi muksa. Sehingga
sebutan-sebutannya menjadi Bhatara Agung. Jadi itu peninggalan leluhur
kita, sewaktu leluhur kita masih menganut agama Hindu Jawa, yang
orientasinya masih India murni. Termasuk wayang topeng juga mengambil
cerita cerita dari India, seperti kisah kisah Mahabarata dan Ramayana
Dari keterangan diatas bisa diperkuat
oleh Almarhum Karimun Bahwa “Kesenian Topeng tidak diperuntukkan acara
acara kesenian seperti sekarang ini. Topeng waktu itu yang terbuat dari
batu adalah bagian dari acara persembahyangan. Barulah pada masa Raja
Erlangga, topeng dikontruksi menjadi kesenian tari. Topeng digunakan
menari waktu itu untuk mendukung fleksibilitas si penari. Sebab waktu
itu sulit untuk mendapatkan riasan (make up), untuk mempermudah riasan,
maka para penari tinggal mengenakan topeng di mukanya”
Saat kekuasaan Kertanegara di Singasari,
wayang topeng ceritanya digantikan dengan cerita cerita Panji. Hal ini
dapat dipahami ketika Kertanagera waktu itu menginginkan Singasari
menjadi kekuasaan yang sangat besar ditanah Jawa. Panji yang didalamnya
mengisahkan kepahlawanan dan kebesaran kesatria kesatria Jawa, terutama
masa Jenggala dan Kediri.
Cerita Panji dimunculkan sebagai
identitas kebesaran raja raja yang pernah berkuasa ditanah Jawa. Cerita
cerita Panji yang direkonstruksi oleh Singasari adalah suatu kebutuhan
untuk membangun legitimasi kekuasaan Singasari yang mulai berkembang.
Wayang Topeng ini dipakai media
komunikasi antara kawulo dan gusti, antara raja dan rakyatnya. Kemampuan
untuk menyerap segala sesuatunya dan membumikan dalam nilai kejawaan
juga banyak terjadi tatkala Islam dan Jawa mulai bergumul dalam konteks
wayang topeng.
Pada saat agama Islam masuk Jawa untuk
merebut hati orang Jawa. Proses Islamisasi wayang topeng oleh para wali
dengan menampilkan kisah marmoyo sunat adalah sederet cerita bagaimana
Islam memproduksi nilai didalamnya. Cerita menak adalah sebagai tanda
masuknya Islam ditanah Jawa. Oleh karena itu cerita menakjinggo yang
selama ini dominan berkembang adalah cerita menak yang dikonstruk oleh
keraton Mataram yang notabene Islam.
Topeng Malang Selatan
Sulitnya keraton keraton Islam menaklukkan brang wetan yang didalamnya termasuk bekas keraton Singosari, mengakibatkan wayang topeng cerita menak kurang mendapatkan respon diwilayah ini. Hal lain yang mendorong wayang topeng cerita panji benar benar mendarah daging diwilayah brang wetan dikarenakan kebijakan mengembangkan wayang topeng yang ditanam kuat oleh Raden Wijaya, Raja Majapahit pertama. Topeng oleh Raden Wijaya dipergunakan sebagai media rekonsiliasi antara Kediri, Singosari dan Majapahit, Dalam merebut kuasa digunakan sebagai pengaruh dominan untuk tegaknya identitas politik.
Sulitnya keraton keraton Islam menaklukkan brang wetan yang didalamnya termasuk bekas keraton Singosari, mengakibatkan wayang topeng cerita menak kurang mendapatkan respon diwilayah ini. Hal lain yang mendorong wayang topeng cerita panji benar benar mendarah daging diwilayah brang wetan dikarenakan kebijakan mengembangkan wayang topeng yang ditanam kuat oleh Raden Wijaya, Raja Majapahit pertama. Topeng oleh Raden Wijaya dipergunakan sebagai media rekonsiliasi antara Kediri, Singosari dan Majapahit, Dalam merebut kuasa digunakan sebagai pengaruh dominan untuk tegaknya identitas politik.
Pada masa kolonial, daerah daerah
perkebunan oleh mandor mandor belanda didirikan kembali kelompok
kelompok topeng. Kenapa? Sebab daerah perkebunan adalah daerah daerah
yang tingkat ekonominya sangat rendah dan kurang hiburan dan mudah
dipengaruhi.
Perkembangan Topeng Malangan hanya
menampilkan cerita cerita Panji sebagai relasi historis dengan sejarah
Malang sendiri yang panjang, dan puncak perkembangan topeng mulai
berkembang lagi saat pelarian pasukan Mataram Diponegoro, yang banyak
bersembunyi di Malang Selatan yaitu daerah Panjen (Kepanjen) dan
sekitarnya.
Para pelarian diponegoro menggunakan
tari topeng digunakan sebagai kedok untuk menyembunyikan jati dirinya
salam mendidik rakyat kecil dengan tujuan membangkitkan jiwa kemerdekaan
dari ketidak adilan penguasa.
Dari cerita diatas bisa kita lihat secara jelas adanya pengrajin-pengrajin yang masih meproduksi, berada didaerah, misalnya :
- – Pakisaji
- – Wonosari
- – Kromengan
- – Sengguruh / Jenggolo
- – Senggreng
- – Tumpang
Sejarah Topeng Malangan
Wayang Topeng
Malangan merupakan tradisi budaya dan religiusitas masyarakat Jawa
semenjak Kerajaan Kanjuruhan yang dipimpin oleh Raja Gajayana semasa
abad ke 8 M. Ini bisa penulis tafsirkan tentang fungsi Candi Badut (arti
badut = tontonan) ini menunjukan bahwa saat itu candi berfungsi untuk
tontonan “pendidikan yang disampaikan oleh Petinggi / Raja”. Sedangkan
Raja Gajayana ini juga mahir menarikan tarian Topeng. Coba anda cermati
dari bentuk bangunan candi.
Di Buku Henri Supriyanto, dituliskan
Wayang Topeng Malangan mengikuti pola berfikir India, karena sastra yang
dominan adalah sastra India. Jadi cerita Dewata, cerita pertapaan,
kesaktian, kahyangan, lalu kematian itu menjadi muksa. Sehingga
sebutan-sebutannya menjadi Bhatara Agung. Jadi itu peninggalan leluhur
kita, sewaktu leluhur kita masih menganut agama Hindu Jawa, yang
orientasinya masih India murni. Termasuk wayang topeng juga mengambil
cerita cerita dari India, seperti kisah kisah Mahabarata dan Ramayana
Dari keterangan diatas bisa diperkuat
oleh Almarhum Karimun Bahwa “Kesenian Topeng tidak diperuntukkan acara
acara kesenian seperti sekarang ini. Topeng waktu itu yang terbuat dari
batu adalah bagian dari acara persembahyangan. Barulah pada masa Raja
Erlangga, topeng dikontruksi menjadi kesenian tari. Topeng digunakan
menari waktu itu untuk mendukung fleksibilitas si penari. Sebab waktu
itu sulit untuk mendapatkan riasan (make up), untuk mempermudah riasan,
maka para penari tinggal mengenakan topeng di mukanya”
Saat kekuasaan Kertanegara di Singasari,
wayang topeng ceritanya digantikan dengan cerita cerita Panji. Hal ini
dapat dipahami ketika Kertanagera waktu itu menginginkan Singasari
menjadi kekuasaan yang sangat besar ditanah Jawa. Panji yang didalamnya
mengisahkan kepahlawanan dan kebesaran kesatria kesatria Jawa, terutama
masa Jenggala dan Kediri.
Cerita Panji dimunculkan sebagai
identitas kebesaran raja raja yang pernah berkuasa ditanah Jawa. Cerita
cerita Panji yang direkonstruksi oleh Singasari adalah suatu kebutuhan
untuk membangun legitimasi kekuasaan Singasari yang mulai berkembang.
Wayang Topeng ini dipakai media
komunikasi antara kawulo dan gusti, antara raja dan rakyatnya. Kemampuan
untuk menyerap segala sesuatunya dan membumikan dalam nilai kejawaan
juga banyak terjadi tatkala Islam dan Jawa mulai bergumul dalam konteks
wayang topeng.
Pada saat agama Islam masuk Jawa untuk
merebut hati orang Jawa. Proses Islamisasi wayang topeng oleh para wali
dengan menampilkan kisah marmoyo sunat adalah sederet cerita bagaimana
Islam memproduksi nilai didalamnya. Cerita menak adalah sebagai tanda
masuknya Islam ditanah Jawa. Oleh karena itu cerita menakjinggo yang
selama ini dominan berkembang adalah cerita menak yang dikonstruk oleh
keraton Mataram yang notabene Islam.
Topeng Malang Selatan
Sulitnya keraton keraton Islam menaklukkan brang wetan yang didalamnya termasuk bekas keraton Singosari, mengakibatkan wayang topeng cerita menak kurang mendapatkan respon diwilayah ini. Hal lain yang mendorong wayang topeng cerita panji benar benar mendarah daging diwilayah brang wetan dikarenakan kebijakan mengembangkan wayang topeng yang ditanam kuat oleh Raden Wijaya, Raja Majapahit pertama. Topeng oleh Raden Wijaya dipergunakan sebagai media rekonsiliasi antara Kediri, Singosari dan Majapahit, Dalam merebut kuasa digunakan sebagai pengaruh dominan untuk tegaknya identitas politik.
Sulitnya keraton keraton Islam menaklukkan brang wetan yang didalamnya termasuk bekas keraton Singosari, mengakibatkan wayang topeng cerita menak kurang mendapatkan respon diwilayah ini. Hal lain yang mendorong wayang topeng cerita panji benar benar mendarah daging diwilayah brang wetan dikarenakan kebijakan mengembangkan wayang topeng yang ditanam kuat oleh Raden Wijaya, Raja Majapahit pertama. Topeng oleh Raden Wijaya dipergunakan sebagai media rekonsiliasi antara Kediri, Singosari dan Majapahit, Dalam merebut kuasa digunakan sebagai pengaruh dominan untuk tegaknya identitas politik.
Pada masa kolonial, daerah daerah
perkebunan oleh mandor mandor belanda didirikan kembali kelompok
kelompok topeng. Kenapa? Sebab daerah perkebunan adalah daerah daerah
yang tingkat ekonominya sangat rendah dan kurang hiburan dan mudah
dipengaruhi.
Perkembangan Topeng Malangan hanya
menampilkan cerita cerita Panji sebagai relasi historis dengan sejarah
Malang sendiri yang panjang, dan puncak perkembangan topeng mulai
berkembang lagi saat pelarian pasukan Mataram Diponegoro, yang banyak
bersembunyi di Malang Selatan yaitu daerah Panjen (Kepanjen) dan
sekitarnya.
Para pelarian diponegoro menggunakan
tari topeng digunakan sebagai kedok untuk menyembunyikan jati dirinya
salam mendidik rakyat kecil dengan tujuan membangkitkan jiwa kemerdekaan
dari ketidak adilan penguasa.
Dari cerita diatas bisa kita lihat secara jelas adanya pengrajin-pengrajin yang masih meproduksi, berada didaerah, misalnya :
- – Pakisaji
- – Wonosari
- – Kromengan
- – Sengguruh / Jenggolo
- – Senggreng
- – Tumpang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar